
ByteDance Ltd., perusahaan induk TikTok, sedang dalam sorotan yang intens akibat tekanan besar untuk menjual platform media sosialnya kepada perusahaan Amerika Serikat dalam waktu 180 hari. Persyaratan ini baru-baru ini diaplikasikan oleh legislatif AS, dan jika tidak dipenuhi, TikTok berisiko kehilangan hingga 170 juta pengguna aktifnya di AS.
Para ahli memperkirakan bahwa proses penjualan TikTok ini akan menjadi tantangan yang tidak mudah. Meskipun nilai transaksi diperkirakan mencapai US$150 miliar atau sekitar Rp2.360 triliun, tantangan finansial, teknis, dan geopolitik diprediksi akan menjadi penghalang serius dalam proses tersebut.
Tantangan tambahan datang dari hukum dan resistensi yang mungkin diberikan oleh pemerintah China. China telah menegaskan komitmennya untuk memblokir segala bentuk kesepakatan dengan AS, menimbulkan ketidakpastian akan kemungkinan kesulitan dalam menyelesaikan transaksi ini.
Lee Edwards, seorang ahli dalam bidang Merger dan Akuisisi di firma hukum Shearman & Sterling, menekankan kompleksitas yang luar biasa dari proses divestasi TikTok. Menurutnya, menyelesaikan transaksi semacam ini dalam waktu setengah tahun akan membutuhkan upaya yang cepat dan agresif, termasuk dalam menangani berbagai tinjauan regulasi di berbagai negara.
Meskipun TikTok telah berhasil meraih penjualan sebesar US$16 miliar atau sekitar Rp251 triliun di AS tahun lalu, prospek pembelian platform ini oleh pesaing raksasa di industri teknologi diprediksi akan menghadapi penyelidikan yang intensif di AS dan negara-negara lain. Hal ini berpotensi memperlambat atau bahkan menghentikan proses penjualan tersebut.
Dengan potensi harga pembelian mencapai US$100 miliar, transaksi ini akan menjadi salah satu kesepakatan merger dan akuisisi terbesar dalam sejarah. Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama dan persetujuan dari berbagai pihak terkait, serta strategi manajemen yang matang untuk mengelola risiko kegagalan yang tinggi.
Sebelumnya, Mike Gallagher dan Raja Krishnamoorthi telah memperkenalkan RUU “Melindungi Warga Amerika dari Aplikasi yang Dikendalikan Lawan Asing” di DPR. Tekanan untuk mengatur TikTok terus meningkat, terutama setelah kesaksian Direktur FBI Christopher Wray di depan Kongres AS yang menunjukkan bahwa TikTok dapat dianggap sebagai alat pemerintah China yang menimbulkan kekhawatiran akan keamanan nasional.